Rabu, 31 Desember 2008

Partai Bulan Bintang Gugat UU Pilpres


Partai Bulan Bintang Gugat UU Pilpres

Liputan6.com, Jakarta: Partai Bulan Bintang di Jakarta, Selasa (2/12), mengajukan uji materi terhadap Undang-undang Pemilihan Presiden atau Pilpres. Ada beberapa pasal dalam undang-undang tersebut yang dinilai membatasi hak partai pimpinan Yusril Ihza Mahendra tersebut. Adapun calon presiden lainnya, Sutiyoso, sebelumnya juga mengajukan uji materi yang sama.

Penentuan syarat minimum 20 persen perolehan suara untuk mencalonkan presiden serta penentuan waktu pilpres setelah pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, menurut Partai Bulan Bintang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945

Calon presiden dari PBB, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan UUD 1945 memberikan peluang kepada setiap partai politik untuk mengusung kandidat tanpa dibatasi syarat perolehan kursi di legislatif. Aturan tersebut dianggap sebagai upaya dominasi oleh kelompok mayoritas dalam konstitusi di Indonesia.(ANS/Tim Liputan 6 SCTV)

Kritik akhir tahun untuk SBY


Kritik akhir tahun untuk SBY

JAKARTA - Akhir tahun 2008 ditandai dengan berbagai kritik atas performa pemerintahan Presiden SBY. Dari soal pemberantasan korupsi hingga kinerja Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, kritik tajam dihujamkan. SBY terus didesak agar perbaiki kinerja pada sisa waktu yang ada.

Dalam hal pemberangusan korupsi, Ketua Lembaga Studi Kapasitas Nasional (LSKN) Hartojo Wignjowijoto mengingatkan pemberantasan korupsi di Indonesia diduga telah 'diperalat' Presiden SBY sebagai alat politik untuk tebar pesona pada Pilpres 2009. Padahal pemberantasan korupsinya pun baru sebatas 'kulit pisang' alias di permukaan.

"Iya untuk promosi supaya dipilih kembali. Sebab tidak ada presiden di Indonesia yang memberantas korupsi," kata Hartojo dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Pemberantasan korupsi dalam masa pemerintahan SBY dinilai tidak sampai menebang akar korupsi. "Namun memang mengesankan, misalnya ketika SBY membiarkan besannya sendiri, Aulia Pohan, ditangkap oleh KPK," ujar Hartojo.

Sementara pengamat ekonomi, Faisal Basri menilai krisis energi masih menghantui bangsa ini di era SBY. Faisal mengkritik ketidakbecusan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam menangani permasalahan energi nasional. Dia meminta Presiden SBY untuk segera memberhentikan Menteri Energi dan Sumber Daya Miniral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro dari kabinetnya.

Karena, menurut Faisal, dengan tetap berperannya orang yang tidak memiliki ideologi dalam kabinet, secara tidak langsung ia akan mengotori pemerintahan yang sedang berjalan."Saya yakin dia (Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro-red) itu kotor, dan siapa yang melindungi atau membiarkan 'hantu' itu tetap di kabinet, dia juga ikut kotor. Jadi SBY ikutan kotor juga jika tetap mempertahankannya," tandas Faisal Basri terpisah.

Sikap Purnomo yang dengan santainya menanggapi keluhan masyarakat terhadap mahalnya harga elpiji pun sungguh sangat menyedihkan. Di mata Faisal, Purnomo telah lepas tanggung jawab terkait langkanya elpiji. "Apalagi Purnomo mengatakan bahwa pemerintah telah menyerahkan sepenuhnya mekanisme harga elpiji nonsubsidi tersebut ke Pertamina," tandas Faisal.

Seharusnya pemerintah bisa berperan langsung untuk perbaikan sistem energi nasional yang saat ini sedang tidak stabil. Para analis mencatat, sepanjang kepemimpinan Purnomo Yusgiantoro sebagai Menteri ESDM, terbukti ia juga tidak pernah beres dalam mengurusi listrik. "Itu juga si Evita Legowo, Dirjen Migas, apa maksudnya menyatakan bahwa bukan tugas pemerintah yang menetapkannya. Gila saja orang seperti itu masih dibiarkan dalam kabinet," cetus Faisal.

Para pengamat mengharapkan pemerintah bersikap tegas dan efisien dalam mengatasi permasalahan krisis keuangan global yang sedang terjadi. Berdasarkan fundamental perekonomian yang ada, para analis yakin seharusnya pemerintahan sekarang bisa mensejahterakan rakyatnya. Masalah ekonomi dipersepsikan publik menjadi persoalan terbesar yang tidak bisa diatasi duet SBY.

Hasil survei Lembaga Survei Nasional (LSN) pimpinan Umar S Bakry akhir tahun ini menunjukkan bahwa masyarakat merasa masalah ekonomi belum bisa diatasi dengan baik oleh pemerintahan SBY. Publik dan pengamat mendesak agar pemerintahan SBY mampu memperbaiki perekonomian pada 2009 agar demokratisasi tak sekedar ritual yang melelahkan.


Waspada.co.id| Tuesday, 30 December 2008 14:58 WIB