Kamis, 12 Februari 2009

Membangun Imunitas Sosial Siswa Fullday


[ Jawapos, Metropolis, Jum'at, 13 Februari 2009 ]


Membangun Imunitas Sosial Siswa Fullday

Oleh: Eka Erawati, SPsi


Fullday school menjadi pilihan banyak wali murid di kota-kota besar karena dianggap lebih "aman". Fullday school juga menyediakan banyak program tambahan yang dianggap bisa menambah wawasan anak.

Fungsi pragmatis fullday school adalah "tempat menitipkan anak". Sebab, sebagian besar wali murid meniti karir fullday work. Di bawah pengawasan guru, anak dianggap lebih aman daripada di bawah pengawasan babysitter.

Wali murid umumnya memang harus membayar lebih mahal karena penyelenggara fullday school terbanyak adalah sekolah swasta favorit. Namun, biaya yang mahal itu dianggap seimbang dengan kenyaman fasilitas yang disediakan. Siswa mendapatkan banyak kemudahan dalam proses pembelajaran melalui multimedia. Mereka juga berada di wilayah aman karena perlindungan security yang superketat dan akses antar-jemput pribadi atau dari sekolah.

Sepintas, kita melihat itulah pendidikan ideal yang berhak dinikmati tiap anak di negeri ini. Namun, kalau kita melihat lebih jeli, fullday school memiliki beberapa kelemahan. Pertama, anak berada di wilyah steril tapi tidak imun. Mereka steril dari kebiasaan masyarakat "kampung" di sekeliling mereka karena umumnya tinggal di perumahan, regency, atau kompleks tanpa struktur budaya lokal.

Kedua, mereka terbiasa hidup hampir tanpa tantangan (di rumah dilayani pembantu) sehingga gampang rapuh menghadapi sedikit persolan hidup. Ketiga, mereka sekolah bukan sebagai kebutuhan belajar, tetapi sebagai trade mark komunal yang harus dijalankan oleh anak seusia mereka di lingkungan yang sama. Keempat, situasi ekonomi yang homogen menurunkan kepekaan dan kepedulian sosial.

Melihat kelemahan tersebut, bukan berarti fullday school harus dihilangkan. Yang penting, bagaimana memperbaiki kelemahan yang ada menjadi sumber kekuatan.

Mengingat waktu interaksi yang terbatas dengan masyarakat, pelajaran harus mengintegralkan siswa dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Misalnya, siswa diberi tugas mengenal ketua RT, RW, hingga camat tempat anak tinggal. Kedua, hadir dan mengikuti kegiatan rutin RT minimal satu semester sekali. Agar anak tidak menjadi anak yang rapuh, mereka diberi tantangan kehidupan harian. Misalnya, belajar naik angkot atau sepeda ke tempat belajar.

Perlu juga anak diberi tugas observasi jalanan. Jalanan adalah tempat pendidikan terluas. Banyak gambaran corak masyarakat di sana. Anak akan mengenal beragam karakter, sifat, dan gaya hidup.

Suasana, teman belajar, dan gaya hidup yang homogen bisa diseimbangkan dengan pertukaran pelajar. Pertukaran dengan sekolah-sekolah umum yang secara ekonomi jauh di bawah mereka akan memperluas pergaulan lintas komunitas. Ini bisa berlanjut dengan terbentuknya peargroup (kelompok sebaya) yang memungkinkan terjalinnya komunitas ketiga (di luar sekolah dan rumah) yang lebih heterogen. Lebih lanjut, mereka bisa menjadi sahabat dan bertukar pengalaman kehidupan.

Program-program itu bisa diambil pada jam-jam sekolah siang-sore hari. Pagi mereka mendapat tugas "mengejar" target kurikulum, siang dan sore mereka belajar bermasyarakat.

Kegiatan begitu diharapkan bisa mengubah citra "menara gading" fullday school. Pendeknya, waktu berinteraksi dengan lingkungan diimbangi dengan kebijakan sekolah yang mendekatkan mereka dengan lingkungan. Adanya jarak gaya hidup diimbangi dengan mengheterogenkan diri dalam bergaul. Sterilnya kehidupan diimbangi dengan mengimunkan diri melalui tantangan-tantangan jalanan dan magang hidup di jalanan.

Butuh waktu, memang. Sebab, guru akan berhapan dengan orang tua yang menuntut lebih pada keamanan anak. Tugas guru dan penyelenggara pendidikan serupa untuk meyakinkan orang tua bahwa mengamankan masa depan anak jauh lebih penting daripada membiasakan mereka di bawah bayang-bayang security (petugas keamnan, rumah dengan pagar menjulang, dan sekolah tanpa gangguan). (soe)

Eka Erawati

Guru Bimbingan Konseling SD Muhammadiyah 4 Pucang, Surabaya

Tidak ada komentar: