Jumat, 16 Januari 2009

Gaung Abah Natsir di Selangor



Gaung Abah Natsir di Selangor


Oleh Nasrullah Ali Fauzi
penulis lepas, tinggal di Kuala Lumpur.

Suasana ramai mewarnai kompleks Kolej Universiti Islam Selangor (KUIS), Bangi, Selangor, Malaysia, Sabtu, 10 Januari 2009. Sejak pukul 08.00 pagi, sekitar seribuan orang berkumpul di aula utama kampus yang letaknya sekitar 30-an km dari Kuala Lumpur itu. Ada mahasiswa KUIS, mahasiswa Indonesia, serta aktivis organisasi-organisasi dakwah Islam di sekitar Kuala Lumpur, Selangor, dan Lembah Klang.

Mereka hadir karena faktor yang sama: M Natsir, mantan perdana menteri Republik Indonesia, yang belum lama ini mendapat gelar 'Pahlawan Nasional'. Selama sehari penuh, pembicaraan mengenai tokoh bersahaja ini digelar oleh KUIS dan Wadah Pencerdasan Umat Malaysia (WADAH), Malaysia, dalam bentuk Seminar Serantau Memperingati Seratus Tahun Pahlawan Nasional Bapak M Natsir.

Nama pria kelahiran Alahan Panjang, Sumatra Barat, 17 Juli 1908, itu benar-benar bergaung saat itu. Di luar ruang seminar, terpampang puluhan foto dokumentasi eksklusif M Natsir dalam berbagai kegiatan. Ada juga peluncuran buku kumpulan tulisan beberapa akademisi Indonesia-Malaysia mengenainya, Mohammad Natsir: Berdakwah di Jalur Politik, Berpolitik di Jalur Dakwah (MUIS-WADAH, 2008). Ditambah lagi, penandatanganan MoU kerja sama antara KUIS dan Sekolah Tinggi Dakwah Mohammad Natsir, Jakarta.

Seminar yang diresmikan oleh Menteri Besar Selangor, Tan Sri Abdul Khalid Ibrahim, itu menampilkan tujuh pemakalah, yakni Prof Dr Laode Kamaluddin (ketua Panitia Peringatan Refleksi Seabad M Natsir), Chris Siner Key Timu (Petisi 50), Prof Madya Dr Muhammad Nur Manuty (KUIS), Shuhada' Bahari (DDII), Prof Dr M Kamal Hassan (UIAM), Dr Gamal Abdul Nasir (Brunei), dan Dr Zulkepli Aini (KUIS). Sementara itu, pembicara utamanya adalah Datuk Seri Dr Anwar Ibrahim. Turut hadir juga salah seorang anak M Natsir, Asma Faridah Saleh, dan Duta Besar RI untuk Malaysia, Tan Sri Da`i Bachtiar.

Keteladanan M Natsir
Atas nama panitia, Dr Siddiq Fadzil (presiden WADAH) menegaskan bahwa dengan mengangkat tema kepeloporan M Natsir, pihaknya tidak bermaksud memperkenalkan orang yang sudah terkenal, tapi untuk mengapresiasi sumbangan orang besar yang--pada masa hidupnya--tidak suka dibesar-besarkan. ''Rasanya, peringatan 100 tahun ini amat sesuai dengan situasi sekarang, yang ditandai oleh kemelut maraknya kemunafikan budaya dan keleluasaan gejala pemalsuan citra. Kejenuhan menyaksikan kehidupan yang pekat dengan warna kepura-puraan menjadikan kita benar-benar mendambakan kehadiran tokoh tulen dengan gaya penampilan bersahaja dan seadanya,'' katanya.

Menteri Besar Selangor dalam sambutannya menjelaskan bahwa Pak Natsir merupakan pendakwah, pendidik, politikus, dan juru bicara umat terkemuka dari rantau ini. Beliau tidak hanya berbicara atau menulis, tapi terlebih dahulu memahami dan mendalami segala persoalan sebelum menyampaikan pandangan atau menentukan sikap terhadap persoalan tertentu dengan penuh objektif. Juga, mengemukakan pendapat berdasarkan alasan kukuh. ''Ini sikap yang baik dan perlu diteladani, terutama bagi kalangan cendekiawan dan pemimpin yang seharusnya menguasai sesuatu permasalahan sebelum menyampaikan pendapat dan menentukan sikap. Jejak-jejak perjuangan, ilmu, dan hikmah serta kepintaran di samping kesederhanannya itulah yang wajar kita telaah, teliti, dan teladani dalam meniti perjuangan kehidupan yang serba menantang. Beliau merupakan milik dan sekaligus tokoh teladan kita bersama,'' tegasnya.

Dr Gamal Abdul Nasir Haji Zakaria, dosen Universitas Brunei Darussalam, mengibaratkan M Natsir seperti mata air yang tak pernah kering meski kemarau panjang. Kehidupannya senantiasa menjadi perhatian dan pembicaraan. Beliau tidak hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia, tapi juga dunia, khususnya dunia Islam, di mana beliau sangat dicintai dan dihormati. Ide, gagasan, dan pemikiran besarnya dalam berbagai aspek amat berharga bagi kita.

Pada bagian akhir makalahnya, Prof Dr M Kamal Hassan menggarisbawahi bahwa keadaan umat (Islam) menghadapi kelangkaan kepemimpinan yang holistik, beriman, berilmu, dan beretika membuat keberadaan M Natsir sebagai tanda yang amat baik bagi umat dan sepanjang masa untuk pengintegrasian dan kesatuan akal dan naql, ketinggian ilmu dan akhlak, idealisme dan realisme, agama dan negara, pikir dan zikir, serta wawasan bernas dan amalan yang nyata dan ikhlas.

''Kecendekiawanan bermutu tinggi yang mampu memimpin negara besar dan kompleks, seperti Indonesia, adalah suatu model yang langka, tetapi amat diperlukan. Contoh keseimbangan dan keselarasan kepribadian, seperti Pak Natsir, perlu diperbanyak demi kebaikan dan reformasi negara yang tahan terhadap berbagai ujian kebendaan, keduniaan, keilmuan, dan kerohanian,'' tulisnya.

Hubungan Indonesia-Malaysia
Ketika Indonesia-Malaysia berkonfrontasi setelah presiden Soekarno melancarkan operasi 'Ganyang Malaysia', M Natsir mempunyai peranan penting dalam mencari jalan perdamaian. Pada masa awal kekuasaan Orde Baru, surat pendeknya kepada perdana menteri Malaysia waktu itu, Tunku Abdul Rahman, ikut membantu melancarkan jalan pemulihan hubungan kedua negara. Padahal, upaya-upaya sebelumnya terbukti menemui jalan buntu.

Surat pendek M Natsir yang ditulisnya selagi beliau berada di penjara itu berbunyi, ''Ini ada niat baik dari Pemerintah Indonesia untuk memperbaiki hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Mudah-mudahan, Tunku bisa menerima.''

Tunku Abdul Rahman segera membalas, ''Datanglah mereka besok di tempat saya.''

Keesokannya, delegasi Indonesia akhirnya dapat bertemu Tunku. Dan, hubungan kedua negara kemudian berangsur cair. Anwar Ibrahim sendiri mengaku banyak berguru kepada M Natsir, tokoh yang dikenalnya pertama kali pada 1967. Pertemuan pertamanya dengan Abah--begitu Anwar memanggil M Natsir--sekaligus menjadi perkenalannya secara intim dengan Indonesia ketika hubungan diplomatik di antara kedua negara pulih setelah mengalami konfrontasi.

Dalam bidang pengembangan dakwah Islam di Malaysia, sosok M Natsir juga menjadi panutan dan inspirasi bagi kalangan muda Malaysia pada 1970-an. Tidak heran apabila pada 1991 Universiti Kebangsaan Malaysia menganugerahkannya gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang pemikiran Islam.

Sewaktu menjadi presiden Angkatan Belia Islam Malaysia (1972-1982), Anwar memperkenalkan M Natsir kepada banyak pemimpin organisasi itu. Menurutnya, tulisan Natsir yang paling tersebar luas di Malaysia adalah 'Fiqhud Dakwah'.

Bagaimanapun, di depan peserta seminar, Anwar dengan tegas mengatakan bahwa saat ini generasi muda Malaysia hanya mengenal Indonesia dari TKI dan lagu rasa sayange yang diributkan. Mereka kurang mengenal tokoh pemikir Indonesia, seperti M Natsir dan Buya Hamka. ''Karena itu,'' tegasnya, ''seminar ini juga mempunyai tujuan penting untuk meningkatkan hubungan dua negara bertetangga dan serumpun, Indonesia-Malaysia.''

Begitulah gaung Abah Natsir di mata publik Malaysia. Pada tahun lalu, seminar serupa, dengan peringatan yang sama, juga pernah digelar beberapa kali di dalam negeri. Tapi, di luar negeri, termasuk di Malaysia, inilah agaknya seminar yang paling istimewa mengenainya. Karena itu, seperti dikatakan Duta Besar RI untuk Malaysia, Tan Sri Da`i Bachtiar, kita patut berbangga karena ada tokoh, politikus, serta pejuang Islam dan kemerdekaan Indonesia yang jasanya diakui tidak saja di Indonesia, tapi juga di negara luar, seperti Malaysia.
Kampung Baru, 13 Januari 2009
(Republika, Jumat, 16 Januari 2009)
(-)

Tidak ada komentar: