Selasa, 17 Maret 2009

Partai Islam Bisa Menang

MS Ka'ban: Partai Islam Bisa Menang Pemilu
Tuesday, 10 March 2009


Banyaknya partai politik peserta pemilu 2009 yang mencapai 38 partai, menyebabkan kompetisi diantara mereka semakin ketat. Apalagi pemilu legislatif tinggal sebulan lagi, sehingga berbagai manufer politik semakin diperlihatkan para petinggi parpol.

Pasca pemilu 2009, partai besar sama mengalami perpecahan dimana Partai Golkar pecah menjadi Partai Hanura dan Partai Gerinda, PDI Perjuangan pecah menjadi Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), PKB pecah menjadi Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), sementara Partai Matahari Bangsa (PMB) lahir setelah para tokohnya mengalami keretakan dengan PAN.

Sekarang dalam menghadapi pemilu 2009, partai induk dan pecahannya saling berlomba untuk meraih simpati rakyat guna memperoleh suara sebanyak-banyaknya. Berbagai dana, tenaga dan fikiran dikerahkan untuk mendapat kursi sebanyak-banyaknya. Sebanyak 560 kursi DPR RI diperebutkan hampir 12.000 caleg dari seluruh partai peserta pemilu.

Setelah lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan nomor urut dan mengesahkan suara terbanyak, kini giliran kompetisi terjadi diantara internal partai. Padahal sebelumnya kompetisi hanya terjadi antar partai, tetapi sekarang justru diantara caleg satu partai saling berlomba untuk mengalahkan temannya dengan memperoleh suara sebanyak-banyaknya dari para konstituen.

Keputusan MK tersebut menyebabkan terjadinya “saling bunuh” diantara parta caleg satu partai. Sebab siapa yang memperoleh suara lebih banyak dari caleg satu partainya, maka dialah yang berhak mendapatkan kursi legislatif. Padahal bagi yang gagal mendapatkan kursi legislatif, sesungguhnya mereka telah “berinvestasi” namun tidak akan memetik hasilnya. Dengan demikian, mereka berusaha sekuat tenaga meski dengan memakai teori maxiavelli dengan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kursi legislatif yang menjanjikan keuntungan finansial berlipat-lipat. Maka tidaklah mengherankan jika ada caleg yang mengaku di media massa sudah menghabiskan dana lebih dari Rp 2 miliar meski sekarang kampanye terbuka belum dilakukan. Tidak dapat dibayangkan berapa dana lagi yang akan dihabiskannya jika mulai dilakukan kampanye terbuka pada Maret ini, sementara pemilu akan diselenggarakan pada 9 April nanti.

Sementara itu menjelang pemilu legislatif, suhu politik semakin memanas. Para tokoh politik saling bermanufer untuk melemahkan lawannya demi keuntungan partainya. Meski pilpres baru akan digelar setelah pemilu legislatif, sejumlah tokoh politik sudah saling unjuk gigi untuk menjadi capres dan cawapres, meski kans untuk itu semakin ketat dan berat serta sulit karena semakin banyaknya pesaing yang potensial.

Untuk mencapai maksud tersebut, mereka sama berencana menggalang koalisi antar partai dan akan dimatangkan setelah pemilu legislatif, Sebab setelah itu baru akan diketahui hasilnya, apakah prosentase perolehan suaranya naik, tetap ataukah turun jika dibandingkan dengan pemilu 2004 lalu. Padahal pada pemilu 2009 ini, sebanyak 171 juta dari 230 juta rakyat Indonesia berhak memilih, suatu jumlah yang hanya bisa diungguli oleh pemilu di India dan AS. Maka tidaklah mengherankan jika Indonesia mendapat pengakuan sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia setelah India dan AS.

Bagi yang prosentase suara partainya naik, tentu yang ingin mendekatinya semakin banyak dengan tujuan agar didukung pencalonannya sebagai capres dan cawapres. Namun biasanya parpol semacam ini sudah memiliki capres dan cawapres tersendiri. Sedangkan bagi yang tetap atau turun proesentase perolehan suaranya dari pemilu 2004, maka cukup menjadi pendukung capres dan cawapres partai lain tanpa memiliki capres dan cawapres dari kalangan internal partai. Pasalnya dalam pilpres, hanya partai atau gabungan partai yang memperoleh 20 persen kursi (112 kursi DPR) atau 25 persen total suara sah yang berhak mengajukan paket capres dan cawapres sendiri.

Memang baru PDI Perjuangan sebagai salah satu partai besar yang secara resmi telah memiliki capres yakni Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Sukarnoputri. Sementara partai besar seperti Partai Golkar dan partai menengah seperti PKB, PAN PPP dan PKS hingga sekarang belum secara resmi mengumumkan capresnya. Sementara partai baru yang telah mengumumkan capresnya hanyalah PMB dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin sebagai capresnya. Sedangkan Hanura, Gerindra dan PKNU belum secara resmi mengumumkan capresnya.

Maka tidaklah mengherankan jika munculnya nama wapres Jusuf Kalla (JK) ke bursa capres semakin menarik perhatian. Pasalnya, meski sebagai Ketua Umum Partai Golkar, JK sudah cukup puas sebagai pendamping SBY sebagai cawapres. Namun setelah terjadinya insiden “Ahmad Mubarok”, maka para pendukung Partai Golkar tidak terima atas penghinaan dari salah seorang petinggi Partai Demokrat tersebut. Merasa sebagai partai besar, mereka bertekad mengusung JK sebagai capres untuk bersaing melawan SBY. Jika nantinya JK pecah kongsi dengan SBY dan secara resmi menjadi capres dari Partai Golkar, maka bursa capres akan semakin ketat, dimaka minimal akan terdapat tiga capres yakni SBY, JK dan Megawati. Tidak menutup kemungkinan pilpres akan diikuti oleh lima pasang capres-cawapres sebagaimana pilpres putaran pertama 2004 lalu. Jika itu sampai terjadi, maka akan terjadi pilpres putaran kedua yang menyedot uang rakyat lebih banyak lagi.

Sementara itu hingga saat ini bursa capres hanya diramaikan oleh capres dari partai nasionalis, sementara capres dari partai Islam atau partai berbasis massa Islam belum menjadi berita penting di media massa cetak maupun elektronik. Padahal kans untuk memenangkan pemilu legislatif dan pilpres dari partai Islam termasuk partai berbasis massa Islam cukup terbuka. Barangkali hal itu disebabkan karena belum digelarnya pemilu legislatif, sehingga belum diketahui hasilnya dengan pasti. Disamping itu partai Islam merasa kurang percaya diri untuk mencalokan tokohnya bersaing dengan capres dari partai nasionalis. Selain itu adanya pesanan dari sejumlah petinggi partai nasionalis kepada berbagai lembaga survei untuk memenangkan partainya seolah-olah selalu unggul dalam setiap survei, menyebabkan partai Islam merasa inverior atau rendah diri karena beranggapan tidak mungkin memenangkan pertarungan memperebutkan kursi RI-1.

Jika nantinya ternyata terbentuk koalisi besar diantara partai Islam pasca pemilu legislatif dan partai Islam berhasil memenangkan pilpres, maka itu menjadi sejarah penting bagi perkembangan partai Islam di Indonesia, Sebab baru kali ini dalam sejarah sejak pemilu pertama kali digelar tahun 1955, partai Islam berhasil menguasai pemerintahan dan parlemen. Padahal waktu itu perolehan gabungan suara Partai Islam Masyumi dan NU melebihi perolehan suara Partai Nasionalis PNI dan PKI, namun pemerintahan dan parlemen tetap dikuasai kekuatan nasionalis, sementara kekuatan politik Islam menjadi oposisi. Puncaknya perseteruan kedua kekuatan besar tersebut dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan disusul dengan pembubaran Partai Masyumi (1960) dengan tuduhan para tokohnya terlibat pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat.

Berikut ini wawancara Suara Islam dengan Menteri Kehutanan dan Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB), MS Ka’ban, seputar peluang partai Islam untuk memenangkan pemilu legislatif dan pilpres 2009.

Bagaimana menurut anda peluang partai Islam untuk memenangkan pemilu legislatif 2009 ?

Saya haqqul yaqin pada pemilu legislatif, perolehan suara partai Islam akan melebihi partai nasionalis dengan 50 persen lebih. Jika itu sampai terjadi, maka baru pertama kali terjadi sejak pemilu pertama tahun 1955. Memang selama ini terutama ketika masa Orde Baru, perolehan suara partai Islam selalu tidak lebih dari 20 persen. Baru dalam dua kali pemilu era reformasi, gabungan suara partai Islam termasuk partai berbasis massa Islam bisa lebih dari 40 persen, namun masih kurang dari partai nasionalis. Namun dalam pemilu nanti, suaranya akan naik secara signifikan hingga lebih dari 50 persen.

Mengapa selama ini perolahan suara partai Islam selalu lebih kecil daripada partai nasionalis ?

Hal itu disebabkan tidak adanya persatuan diantara para pemimpin partai Islam termasuk partai berbasis massa Islam. Padahal dari 38 partai peserta pemilu, partai Islam dan berbasis massa Islam hanya 8 partai selebihnya partai nasionalis. Logikanya, mereka akan lebih mudah dipersatukan dalam sebuah koalisi besar daripada partai nasionalis. Namun kenyataannya hingga sebulan menjelang pemilu legislatif, partai Islam masih sulit untuk dipersatukan dalam sebuah koalisi besar.

Selain itu para pemimpin partai Islam tidak ada yang mau mengalah untuk menunjuk rekannya menjadi pemimpin koalisi besar partai Islam. Mereka semuanya ingin tampil untuk menjadi pemimpin, bahkan kalau dapat dengan saling menjatuhkan saudaranya sendiri sesama pemimpin partai Islam. Mereka sedang menderita sindrom “kegenitan”, seolah-olah paling hebat dan paling pantas untuk menjadi pemimpin daripada lainnya.

Mungkinkah terjadi koalisi besar partai Islam pasca pemilu legislatif ?

Mungkin saja terjadi meski butuh perjuangan berat. Jika sampai terjadi, maka suara koalisi besar partai Islam akan melebihi suara partai nasionalis. Tetapi dengan kondisi perpecahan diantara partai Islam sekarang, rasanya cukup berat koalisi besar itu diwujudkan.

Kalau partai Islam sedang mengalami perpecahan, apakah partai nasionalis juga mengalami perpecahan ?

Partai nasionalis tidak terlepas dari perpecahan bahkan lebih parah, tidak hanya antar partai nasionalis bahkan di internal partai sendiri. Seperti Partai Golkar saat ini terdapat 4 faksi yakni Faksi Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, Surya Paloh dan Agung Laksono. Faksi Surya Paloh paling getol mengkampanyekan koalisi dengan PDIP. Jika itu sampai terjadi dan mereka memimpin pemerintahan, saya tidak dapat membayangkan bagaimana nasib negara ini ke depannya. Pasalnya, kedua partai pernah berpengalaman memimpin pemerintahan dan tidak menjadikan negara lebih baik malah semakin terpuruk. Saya ibaratkan, mengatasi satu Jin Ifrit saja sulitnya luar biasa, apalagi jika ada dua Jin Ifrit.

Apakah pemilu 2009 ini akan menjadi momentum bagi partai Islam untuk memimpin negara ?

Meski saya haqqul yaqin partai Islam akan memenangkan pemilu 2009, tetapi untuk saat ini belum waktunya para pemimpin partai Islam untuk memimpin negara. Para pemimpin partai Islam yang mayoritas masih muda, barangkali mereka baru akan tampil memimpin negara pasca 2014 nanti, dimana generasi tua seperti SBY, Megawati dan JK mulai lengser dari kepemimpinan nasional. Saat itulah para pemimpin partai Islam yang mayorits masih muda harus tampil untuk memimpin negara menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur, negara adil makmur sejahtera dibawah lindungan Allah Swt.

Menurut anda, kira-kira siapa tokoh masa depan dari kalangan partai Islam yang pantas memimpin negara ini ?

Saya kira Yusril Ihza Mahendra cukup pantas untuk memimpin negara karena pengalaman politik dan kenegarawannya. Padahal pasca menjabat Mensesneg, Yusril pernah ditawari SBY untuk menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), namun menolaknya. Saya sendiri tidak mengetahui mengapa dia menolak tawaran SBY tersebut. Seandainya diterima, Yusril akan semakin mudah untuk menjadi pemimpin bangsa tahun 2014 nanti. Selain itu Ketua MPR Hidayat Nurwahid juga pantas untuk memimpin negara. Adapun sekarang Hidayat terlihat lebih menonjol daripada Yusril karena memiliki jabatan sebagai Ketua MPR, sedangkan Yusril sudah tidak lagi memegang jabatan. Seandainya Yusril masih memegang jabatan di pemerintahan, maka Yusril akan lebih menonjol daripada Hidayat.

Menurut anda, sebaiknya JK mencalonkan diri menjadi capres ataukah tetap mendampingi SBY sebagai cawapres ?

Saya yakin sebenarnya JK tidak ingin maju sebagai capres dan tetap menjadi pendamping SBY sebagai cawapres. Namun karena JK termakan provokasi dari tokoh Partai Golkar lainnya pasca insiden “Ahmad Mubarok”, maka JK terbawa emosinya dan berubah fikiran ingin maju sebagai capres untuk bersaing dengan SBY. Padahal kans pasangan SBY-JK paling besar untuk memenangkan pilpres 2009 daripada pasangan capres dan cawapres lainnya.

Secara politik bisa jadi para lawan SBY berusaha sekuat tenaga memecah persatuan SBY-JK agar keduanya saling berhadapan dalam pilpres. Sebab kalau keduanya masih bersatu, maka sangatlah sulit untuk mengalahkannya. Maka satu-satunya jalan adalah memprovokasi JK agar pecah kongsi dengan SBY, sehingga peluangnya untuk mengalahkan SBY dalam pilpres semakin besar jika ditinggalkan JK. Namun semuanya ini terserah pada JK, apakah akan maju sebagai cawapres ataukah tetap bergabung dengan SBY sebagai cawapres yang memiliki kans kuat untuk memenangkan pilpres 2009. Saya kira jika JK nekat maju sebagai capres, maka peluangnya untuk memenangkan pilpres sangatlah kecil, siapapun cawapresnya. Saya menyarankan agar JK sholat istikharoh terlebih dahulu sebelum memutuskan maju sebagai capres dari Partai Golkar. (mj/www.suara-islam.com)

Tidak ada komentar: