Selasa, 07 April 2009

Partai Allah vs Partai Setan Dalam Al-Qur'an



Era Muslim, Selasa, 07/04/2009 09:46 WIB


Hiruk pikuk kampanye puluhan partai peserta Pemilu legislatif 2009 sudah berakhir. Tak kurang dari 200 trilyun rupiah sudah dihamburkan. Berbagai acara untuk menarik dan merayu para calon pemilih sudah pula dilakukan.

Hiruk pikuk kampanye puluhan partai peserta Pemilu legislatif 2009 sudah berakhir. Tak kurang dari 200 trilityun rupiah sudah dihamburkan. Berbagai acara untuk menarik dan merayu para calon pemilih sudah pula di lakukan.

Sejak dari pemasangan jutaan spanduk, kaos, brosur, baliho, iklan media cetak dan elektronik dan bahkan menampilkan penyanyi-penyanyi wanita erotis setengah telanjang di hadapan ribuan simpatisan. Seakan semua cara sudah dihalalkan.

Yang lebih ironis lagi, partai-partai yang berbau Islampun tak terlepas dari acara hura-hura dan maksiat itu. Hampir tidak ada partai yang tidak menampilkan musik dangdut atau grup band dalam acara kampanye, khususnya kampanye terbuka, termasuk partai yang menamakan dirinya partai dakwah sekalipun.

Dalam peristiwa Pemilu 2009 kali ini yang mereka namakan dengan Pesta Demokrasi, sebanyak 1.624.324 caleg untuk DPR, DPD, Provinsi dan Kabupaten/Kota bersaing merebutkan 18.480 kursi yang tersedia. Artinya, hanya 1.13 % dari mereka yang akan menjadi anggota legislatif periode 2009 – 2014. Sisanya, 98,87 % atau sekitar 1.605.844 orang dipastikan gagal menduduki kursi-kursi empuk tersebut.

Melihat dahsyatnya persaingan di antara mereka dan besarnya jumlah dana yang telah mereka habiskan dan bahkan ada yang menjual rumah dan sebagainya, ditambah lagi dengan besarnya gejolak syahwat kekuasaan yang mendorong sebagaian besar mereka untuk menduduki kursi Dewan, maka berdasarkan nasehat para ahli jiwa, berbagai RS Jiwa telah menyiapkan diri untuk menerima limpahan pasien pasca Pemilu 2009 pada 9 April yang akan datang. Jika prediksi para ahli jiwa tersebut benar-benar terjadi, barangkali ini adalah peristiwa korban demokrasi pertama di dunia yang paling besar.

Sebelum acara pesta demokrasi (maksiat) tersebut dimulai, umat Islam Indonesia dihebohkan pula oleh fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) terkait haramnya golput (golongan putih alias tidak ikut pemilu). Fatwa tersebut juga telah menimbulkan prokontra di kalangan umat Islam Indonesia. Semoga prokontra tersebut tidak menambah perpecahan dalam tubuh umat Islam yang sudah terpecah belah menjadi berbagai kelompok (jamaah), aliran dan partai sejak lebih dari 50 tahun lalu.

Tulisan ini tidak fokus mengomentari Pemilu dan fatwa MUI tersebut. Namun akan membahas sebuah tema yang lebih besar dan lebih fundamental dari masalah Pemilu dan fatwa MUI itu, yakni masalah Partai dan hal-hal yang terkait dengannya. Pemilu hanya salah satu aktivitas utama sebuah partai. Tanpa partai-partai Pemilu dalam pengertian di atas tidak akan ada. Pemilu itu hanya sebuah aksi atau aktivitas yang dilakukan oleh partai-partai. Sama halnya dengan shalat jamaah, kalau bisa dimisalkan. Shalat jamaah adalah sebuah aktivitas yang dilakukan oleh para pelakunya di sebuah tempat bernama masjid, mushalla, atau tempat lainnya.

Membahas masalah shalat berjamaah tidak banyak manfaatnya jika sebelumnya tidak membahas masalah tempat shalatnya dan para jamaah yang melaksanakannya. Sebab, bagaimanapun ramai dan khusyuknya shalat jamaah jika tempat shalatnya tidak suci dari najis dan para jamaah yang shalat tidak suci dari hadats dan najis serta tidak menghadap kiblat, tidak menutup aurat dan sebagainya maka shalat jamaah tersebut tidak akan bernilai di mata Allah. Sebab itu, mendiskusikan masalah partai jauh lebih penting dan lebih utama sebelum membahas masalah Pemilu itu sendiri.

Manhaj Tafkir Islami

Dalam Manhaj Tafkir Islami (Metodologi Berfikir Islam), bahwa setiap amal perbuatan yang baik, betapapun besar nilainya, seperti rukun Islam yang lima dan Jihad fi sabilillah dan betapapun besar peranannya dalam kehidupan, seperti pemerintahan dan kepemimpinan, ia harus memenuhi syarat dan rukunnya. Para ulama Fiqih (Hukum Islam) mendefinisikan syarat ialah sesuatu yang menjadikan suatu perbuatan/amal itu sah, tapi ia (sayarat) itu bukan bagian dari perbuatan tersebut. Wudhuk misalnya, ia bukan bagian dari shalat, akan tetapi tanpa wudhuk, shalat tidak akan sah. Adapun rukun ialah, tanpa ia suatu perbuatan itu tidak sah, sedangkan rukun itu bagian dari perbuatan itu sendirinya. Rukuk misalnya, ia adalah rukun shalat dan sekaligus rukuk itu bagian dari shalat itu sendiri. Hal tersebut juga berlaku bagi sebuah aktivitas yang benama Pemilu yang dilaksanakan atau diikuti oleh suatu partai dan para anggotanya.

Bagi seorang Muslim, apapun bentuk aktivitas dan amal perbuatannya harus dilandasi oleh cara pandang Islam atau dengan kata lain, haruslah sesuai dengan konsep Islam. Untuk menilai sesuatu itu sesuai atau tidak dengan konsep Islam, maka metodologi Islam terkait ketentuan syarat dan rukun harus diterapkan. Syarat dan rukun itu harus pula mengacu kepada sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qu’an, dan Sunnah Rasul Saw. Kalau tidak, hanya akan menjadi amal perbuatan yang laghwi (sia-sia), dan bahkan bisa menjadi maksiat (dosa) yang akan menyebabkan pelakunya masuk neraka, jika dia menyandarkan sesuatu amal atau perkatanannya atau pendapatnya kepada Allah dan Rasul-Nya yang tidak pernah dikatakan atau dianjurkan Allah dan Rasul-Nya, seperti yang dijelaskan Nabi Muhmmad saw dalam hadist berikut :

مَنْ عَمِلَ عَمَلا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Siapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya dari kami, maka amal tersebut ditolak” (HR. Muslim)

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Siapa yang mengada-ada terhadap saya dengan sengaja, maka berarti dia dengan sengaja menyiapkan tempat tinggalnya di neraka”. (HR. Muslim)

Hal penting lain yang dapat dipahami dari kedua hadits Rasul Saw di atas, bahwa tidak ada satupun perbuatan, termasuk pendapat dan perkataan seorang Muslim, demikian juga manusia lain, yang terlepas dari pertanggung jawaban akhirat. Oleh sebab itu, mengetahui sah atau tidaknya dan benar atau salahnya suatu perbuatan menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan suatu keniscayaan.

Partai dalam Al-Qur’an

Dalam bahasa Arab, partai adalah Hizb (حزب). Dalam Al-Qur’an kata Hizb terdapat tujuh kali dalam bentuk tunggal (حزب), yakni dalam surat Al-Maidah : 56, Al-Mukminun : 53, Ar-Rum : 32 dan Al-Mujadilah : 19 (dua kali) dan 21 (dua kali). Sepuluh kali dalam bentuk jamak; Ahzab (أحزاب), yakni surat Hud : 17, Ar-Ro’du : 36, Mayam : 37, Al-Ahzab : 20 (dua kali) dan 22, Shad : 11 dan 12, Ghafir : 30 dan Az-Zukhruf : 65.

Yang menarik ialah, dari sepuluh kali sebutan kata Ahzab (الأحزاب) / partai-partai semua konotasinya negatif. Dalam surat Hud : 17, kata الأحزاب berarti al-milal (agama-agama/aliran-aliran sesat). Dalam surat Ar-Ro’du : 36 berarti thawa-if (kelompok-kelompok pembangkang). Dalam surat Al-Ahzab : 20 dan 22 berarti pasukan kafir multi nasional yang hendak menyerang Rasulullah dan kaum Muslimin di Madinah. Dalam surat Shad : 11, berarti para pemilik kekuatan, harta dan anak / pengikut yang banyak yang membangkang kepada Allah. Sedangkan dalam surat Az-Zukhruf : 65 الأحزاب berarti kelompok-kelompok sempalan. (Tafsir Ibnu Katsir).

Yang lebih menarik lagi untuk dicermati secara mendalam ialah kata حزب dalam bentuk tunggal dalam Al-Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan terdapat tujuh kali sebutan Hizb / حزب (dalam bentuk tunggal). Dari ketujuh kali sebutan tersebut terdapat dua kali dalam bentuk nakirah (umum/tidak definitif), yakni dalam surat Al-Mukminun : 53 dan Ar-Rum : 32. Keduanya berkonotasi negatif, yakni memecah belah agama menjadi beberapa pecahan seperti beriman sebagain dan kafir pada sebagian lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir)

Adapun selain yang disebutkan di atas, terdapat lima kali sebutan حزب (dalam bentuk tunggal) yang diidhofatkan (menjadi kata majemuk). Dua kali diidhofatkan kepada Setan, Hizbusy-Syaithan (حزب الشيطان), yakni dalam surat Al-Mujadilah : 19. Sedangkan tiga sebutan lainnya diidhoftkan dengan kata Allah, yakni Hizbullah (حزب الله) seperti yang terdapat pada surat Al-Maidah : 56 dan surat Al-Mujadilah ayat 22.

Dari uraian dan penelusuran terhadap ayat-ayat yang bebicara terkait kata Hizb / partai, baik dalam bentuk tunggal, jamak, umum (nakirah) maupun yang diidhofatkan sehingga menjadi ma’rifah (defenitif), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Semu pembicaraan Allah dalam Al-Qur;an yang terkait dengan Hizb dalam bentuk jamak (الأحزاب ) adalah berkonotasi negatif.
Semua ayat yang membahas masalah Hizb dalam bentuk tunggal yang umum dan yang definitive adalah negatif, kecuali yang diidhofatkan kepada Allah (حزب الله) .
Setiap kata Hizb yang diidhofatkan hanya bermakan dua; Hizbullah (حزب الله) atau Hizbusy-syaithan (حزب الشيطان).
Berdasarkan keterangan ayat-ayat yang disebutkan di atas, maka pada hakikatnya partai itu hanya terbagi dua; Partai Allah dan Partai Setan.

Kriteria Partai Allah

Bicara masalah kriteria Partai tidak bisa terlepas dari pembicaraan kriteria para pemimpin, anggota dan aktivis partai itu sendiri yang menjadi aktor di dalamnya. Demikian juga dengan Partai Allah dan Partai Setan harus terkait dengan kriteria para pemimpin dan dan pengikutnya. Kriterianya banyak sekali dan tidak mungkin dibahas dalam tulisan pendek ini. Dalam kesempatan ini, pembahasan kriteria Partai Allah yang mencakup kriteria orang-orang yang terlibat di dalamnya, khususnya para pemimpin dan anggotanya, terfokus kepada ayat-ayat yang terkait langsung dengan kata Hizbullah (حزب الله) dalam Al-Qur’an. Di antaranya dalam urat Al-Maidah ayat 54 – 57 dan surat Al-Mujadilah ayat 22. Di antara kriteria Partai Allah adalah :
Mendapat kasih sayang Allah
Mencintai Allah
Low profile terhadak kaum Mukminin
Berani bersikap tegas terhadap orang-orang kafir
Berjihad (dengan harta dan jiwa) di jalan Allah
Tidak takut celaan orang-orang yang mencela atau berani menyuarakan dan mengatakan al-haq (kebenaran yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, apapun resikonya. (Ibnu Katsir) termasuk di hadapan penguasa yang zalim.
Memberikan loyalitas penuh hanya kepada Allah, Rasul Muhammad Saw dan kaum Mukminin.
Tidak mengangkat pemimpin orang-orang yang memperolok-olokan dan memermainkan agama Allah dari kaum Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan orang-orang kafir lainnya.
Bertaqwa kepada Allah dengan mengerjakan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Tidak berkasih sayang apalagi berkolaborasi atau musyarokah dengan orang-orang yang menentang (hukum) Allah dan Rasul-Nya, kendati mereka adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara kandung dan keluarga mereka sendiri.
Memfokuskan aktivitas dan kehidupan untuk meraih kemenangan akhirat, yaitu kerdhaan Allah dan masuk syuga Allah.

Yang menarik perhatian kita dari beberapa ayat yang terkait langsung dengan kriteria Partai Allah di atas ialah bahwa Allah terlibat langsung memantapkan keimanan mereka, menolong merkea di dunia lewat para malaikatnya dan memastikan mereka masuk syurga serta meraih keridhaan-Nya. Itulah yang dianggap Allah sebagai kemenangan hakiki.

Kriteria Partai Setan

Kriteria Partai Setan, para pemimpin dan pengikutnya juga cukup banyak. Dalam kesempatan ini, hanya akan diuraikan berdasarkan ayat-ayat yang terkait dengan partai berkonotasi negatif dan setan. Di antaranya seperti yang disebutkan Allah dal surat Al-Mukminun : 53-56, Ar-Rum : 29 - 32 dan Al-Mujadilah : 14 – 20. Di antara krteria Partai Setan itu ialah :
Memecah belah agama Alah dengan cara mengimani sebagian dan mengingkari sebagian lain atau memecah belah umat dengan berkelompok-kelompok atau berpartai partai dan setiap kelompk/partai bangga dengan kelompok/partai masing-masing.
Tertipu diri dan bangga dengan harta dan anak-anak (pengikut).
Mengikuti hawa nafsu sehingga hawa nafsu yang dijadikan petunjuk hidup.
Tidak mengikuti fitrah yang pada dasarnya cenderung kepada agama Allah.
Tidak mau mempelajari dan menerapkan agama Allah (Islam) dalam kehidupan.
Tidak mau kemabali kepada Allah dan tidak bertaqwa kepada-Nya serta melaliakan salat.
Mengangkat pemimpin orang-orang yang dimurkai Allah.
Suka bersumpah atau bersaksi dengan bohong dan suka berbuat kejahatan, termasuk KKN.
Menjadikan sumpah sebagai tameng.
Melarang manusia dari jalan Allah dan menerapkan hukum Allah.
Mereka menduga dengan harta yang melimpah dan anak yang banyak akan mampu menghalang mereka dari azab Allah, khususnya azab neraka.
Mereka menduga berada pada jalan yang benar.
Tergoda oleh setan sehingga lupa mengingat Allah.
Suka menantang ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Dari beberapa ayat yang terkait dengan kriteria Partai Setan tersebut ada hal yang sangat menarik yakni, Allah menjamin para pengikutnya, baik pemimpin maupun anggota dan simpatisannya akan medapatkan kehinaan di dunia dan azab Allah di akhirat kelak.

Kesimpulan

Dari pemaparan beberapa ayat tersebut di atas yang terkait dengan Hizb (حزب) baik dalam bentuk tunggal, jamak, nakirah (tidak definitif) maupun ma’rifah (definitif) dapat disimpulkan sebagai berikut :
Dalam Al-Qur’an, masalah partai adalah masalah besar dan fundamental. Sebab itu aktivitas partai, termasuk mengikuti Pemilu baik dalam memilih para anggota legislatif maupun pemimpin suatu negara (presiden) atau kepala daerah (gubernur dan wakikota/bupati) hanya akan bermanfaat jika masalah partai terlebih dulu dapat diselesaikan. Kalau tidak, hanya akan menjadi hal yang sia-sia dan bahkan bisa menjadi maksiat yang akan menyebabkan Allah murka dan memasukkan para pelakunya ke dalam neraka.
Partai yang memenuhi kriteria Hizbullah disebut dengan Partai Allah atau Partai Islam, kendatipun tidak menamakannya dengan Hizbullah. Sedangkan partai yang memenuhi kriteria Hizbusyyaithan, berarti partai tersebut bukan Parati Allah atau Partai Islam kendatipun namanya Hizbullah atau partai Islam dan kendatipun para pemimpin dan pengikutnya mengklaim Partai Islam atau partai Dakwah Islam.
Sebab itu, dimata Allah, partai itu hanya dua, yakni Partai Allah dan Partai Setan.
Partai Allah atau Partai Islam ialah yang melandasi semua aktivitasnya berdasarkan ajaran Islam secara komprehensif, bukan hanya politik praktis, dapat diuji kebenarannya melalu metodolgi Islam yang benar, bukan hanya klaim belaka, tanpa takut dan khawatir akan bebagai tantangan dan resiko yang harus dihadapi dan tidak meniru cara-cara atau langkah-langkah setan dalam menjalankan semua aktivitasnya. Tujuannyapun jelas, yakni menggapai ridha dan syurga Allah, bukan kekuasaan di dunia, apalagi dalam kondisi pendukungnya masih sedikit dan SDM-nya dalam berbagai lapangan masih lemah. Kemenangan dunia dalam bentuk kekuasaan tidak ada kaitannya dengan kemenangan dakwah jika hukum yang dipakai dan ditegakkan dalam pemerintahan masih saja hukum jahiliyah, mayoritas masyarakatnya masih anti terhadap Islam, dan keadilan Islam belum bisa ditegakkan. Kalau ada yang mengklaim hal tersebut, ketahuilah itu adalah sebuah propaganda kebohongan para pemabuk kekuasaan serta kenikmatan dunia yang sedikit dan menipu itu. Selain dari Partai Allah itu adalah Partai Setan, apapun bentuk dan namanya serta siapapun pemimpin dan pengikutnya.
Partai Allah adalah partai yang menyadari ghoyah / tujuan keberadaannya adalah ibadah kepada Allah. Sebab itu urusannya akan terangkat ke ufuk yang lebih tinggi yang penuh cahaya. Demikian pula halnya dengan intelektualitasnya, perasaannya, dan semua aktivitasnya bersih dari berbagai kekotoran yang dilakukan oleh Partai Setan. Karena semua aktivitasnya diharapkan bernilai ibadah dengan menjaga eksistensinya sebagai khalifah Allah dan berkeinginan kuat menegakkan manhaj Allah di muka bumi, maka labih aula baginya untuk tidak melakukan keobohongan, tipuan, kemungkaran, laghwi, kesombongan serta tidak meggunakan cara-cara dan alat yang kotor, rendahan dan najis sebagaimana yang dilakukan oleh Partai Setan.
Partai Allah adalah partai yang tidak isti’jal (tergesa-gesa) ingin memetik buah sebelum waktunya, tidak menciptakan jalan sulit dan mendaki untuk dirinya. Yang terpenting tujuan ibadah dengan berbagai aktivitasnya yang diklaksanakan secara kontinyu tercapai dan dilakuakn dengan niat yang ikhlas hanya karena Allah beradasarkan kapasitas dan daya dukung yang ada agar terhindar dari kondisi besar pasak dari tiang dan nafsu besar tenaga kurang. Untuk mencapai kondisi seperti itu, nafsu syahwat terhadap harta dan kedudukan harus mampu dikerangkeng kuat-kuat. Rasa takut dan khawatir harus bisa dibuang jauh-jauh dari dalam diri dalam semua marhalah yang harus dilewati. Kenapa harus rakus dan tamak terhadap dunia? Kenapa harus khawatir dan paranoid dalam menjalankan ibadah kepada Allah? Padahal setiap detik dan waktu merasakan rengkuhan tangan dan kasih sayang Allah.
Partai Allah adalah yang memahami sunnatullah dalam perubahan sosial, di samping memahami syariat Allah dan sunnah Rasulullah yang tertulis dan menjadi acuan moral dan teknis operasional kehidupan. Itu yang dilakukan Rasulullah Saw. Rasulullah sadar betul bahwa perubahan sosial itu tidak akan pernah terjadi hanya dengan menguasai pucuk kepemimpinan suatu masyarakat atau negara sekalipun, jika masyarakatnya belum bisa menerima kehadiran manhaj Allah dalam mengatur aturan main kehidupan dengan segala tingkatannya. Negosiasi para petinggi Partai Setan di Makkah agar Rasulullah menerima kepemimpinan tertinggi, harta yang melimpah dan istri yang paling cantik saat itu ditolak mentah-mentah oleh Beliau sambil berkata : Demi Allah, jika kalian mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalkan urusan (dakwah) ini. Demikian pula halnya bahwa perubahan sosial itu tidak akan pernaha terjadi hanya dengan mengejar kuatntitas dan bukan kualitas.
Sebab itu, Partai Islam adalah partai yang mencontoh Rasul Saw di mana dakwah dengan pengertian yang benar dan disertai dengan aktivitas yang komprehensif yang menjadi panglima. Bukan politik praktis yang menjadi panglima dan menjadi segala tumpuan harapan. Apalagi politik praktis itu dijadikan jalan tol pragmatisme para elitnya. Jika hal tersebut yang terjadi, ketahuilah partai tersebut sedang menuju kehancuran dan sedang menggali lubang kuburnya sendiri karena sudah dapat dipastikan akan melanggar, meninggalkan dan meremehkan berbagai ajaran Islam yang fundamental alias mengikuti langkah-langkah setan. Karena dalam hidup ini Allah telah gariskan hanya ada dua jalan, jalan Allah/ Islam atau jalan setan.
Partai Islam adalah partai yang menjadikan ikatan akidah atau iman sebagai ikatan utama dan terutama, tanpa melihat warna kulit, status sosial, kontribusi harta, keturunan, bahasa dan suku. Semua kerjasama (taawun) yang dibangun dengan siapaun dan kelompok manapun harus mengacu kepada pakem akidah dan aturan main Islam, apalagi dalam memilih pemimpin negara dan pemerintahan lainnya. Lain halnya dengan Partai Setan, akidah, syariaah dan akhlak tidak menjadi ketentuan. Yang penting baginya adalah kepentingan. Warna warni ideologi tidak menjadi perkara selama menguntungkan elite dan grupnya dari sisi dunia.
Partai Islam adalah partai yang memiliki visi dan misi seperti yang diucapkan salah seorang sahabat bernama Rib’i ibnu ‘Amir saat berhadap-hadapan dan bernegosiasi dengan penguasa Persia yang bernama Rustum. Saat menuju ruang kerja (duduk-duduk) sang penguasa, yang dihampari karpet merah yang berkualitas terbaik di dunia saat itu, Rib’i merobek-robek dengan pedangnya sehingga membuat murka prajurit yang sedang bertugas menjaga sang penguasa. Saat ditanya siapa yang mengutus pasukan Islam ke sana dan apa tujuannya, Rib’i menjelaskannya dengan enteng dan terus terang : “Kami diutus Allah kemari dengan misi : - Membebaskan manusia dari mengabdi kepada sesama manusia dan hanya mengabdi kepada Allah Ta’ala. - Menyelamatkan mereka dari kejahatan berbagai ideologi, pemikiran dan konsep dengan keadilan Islam. - Menyelamatkan manusia dari kesempitan (teritorial dan kehdupan) dunia kepada kelapangan dunia dan kelapangan akhirat (masuk syurga).
Sebab itu, partai Allah tidak akan pernah dapat bekerjasama dengan Partai Setan dalam menegakkan hukum dan ajaran Allah. Hal tersebut disebabkan visi dan misi yang berseberangan 180 derajat. Partai Allah menuju keridhaan dan syurga-Nya. Sedangkan Partai Setan menjemput murka dan neraka Allah. Lalu bagaimana jika di antara keduanya bergandeng tangan, apalagi dengan agenda-agenda yang tidak sesuai dengan tujuan Islam, baik yang tersembunyi mapun yang terang-terangan, ketahuilah telah terjadi pencampuran antara Al-Haq dengan Al-Bathil yanag sangat dilarang Allah. Sebab itu, harus segera ditinggalkan, jika nasehat dan peringatan sudah diabaikan.

Saudaraku yang dirahmati Allah. Sebelum melangkah dan berbuat lebih jauh, fikirkanlah masak-masak apakah langkah dan perbuatan itu akan membawa kita bergabung ke dalam Partai Allah atau justru ke dalam Partai Setan. Semoga Allah selalu mejaga kita dari godaan dan tipu daya setan, la’natullahi ‘alih, baik dari kalangan jin maupun manusia. Amin. Wallahu a’lamu bish-showab.

Tidak ada komentar: